Minggu, 19 Desember 2010

MANAJEMEN KERAPATAN/JARAK TANAM SENGON

Kalau anda akan menanam pohon sengon biasanya anda akan ragu berapa yah jarak tanamnya atau kerapatan pohon per satuan luas yang ideal? Di bidang perkebunan atau kehutanan kerapatan pohon biasanya satuan terkecil yang dipakai adalah hektar. Dari satuan  luas (hektar)  tersebut biasanya orang perkebunan atau kehutanan menggunakannya sebagai dasar dalam perhitungan biaya-biaya yang akan dikeluarkan dan produksi yang akan diharapkan.
Jarak tanam atau kerapatan pohon per hektar  merupakan jumlah pohon yang harus ada dalam satuan luas per hektar. Permasalahannya adalah 1) tanaman akan tumbuh dan berkembang menjadi besar, sehingga semakin tua usia pohon, maka akan semakin besar membutuhkan ruang dan daya dukung tanah yang semakin besar pula dan 2) tidak semua titik tanam lahan kondisinya homogen dan dapat ditanami sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.Oleh karena itu kerapatan tanam dalam satu hektar pohon akan berbeda-beda jumlah pohonnya yang akan dipengaruhi oleh kultivar/jenis pohon (canopy/akarnya), tingkat kesuburan pohon, homogenitas lahan dan pemeliharaan pohon. Tanah yang mempunyai tingkat homogenitas rendah maka kerapatan pohonnya akan semakin berkurang setelah beberapa tahun di tanam karena disebabkan oleh banyak pohon di suatu titik yang kurus atau mati.
Sebagai ilustrasi: ketika anak-anak  kita masih kecil atau balita (bayi) mungkin kalau tidur dengan kasur ukuran 2 x 2 meter akan cukup untuk balita/bayi 4 anak. Namun ketika anak-anak kita besar  berumur tujuh belas tahun ke atas maka hampir dipastikan tidak mungkin 4 anak tersebut dapat tidur dengan nyenyak dengan kasur yang sama yaitu ukurannya tetap 2 x 2 m. Oleh karena itu solusinya agar dapat tidur nyenyak dan layak maka satu kasur yang berukuran 2 x 2 m maksimal 2 orang. Dengan demikian dua orang lagi harus tidak tidur di kasur yang lama tetapi harus membelikan kasur lagi di tempat berbeda.
Lalu dasarnya apa penetapan satu bed 2 orang atau 4 orang yah? Kembali kepada logika kita bahwa jumlah orang dalam satu bed berdasarkan dari ukuran besar badan seseorang anak yang akan tidur di tempat tersebut pada saat itu. Kalau anak tersebut berbadan tambun, maka otomatis jumlah anak semakin sedikit setiap kasurnya, demikian juga sebaliknya.
Begitu juga dengan kerapatan tanam pohon sengon atau jarak tanam pohon per  hektar. Landasan kerapatan tanam sebenarnya merupakan fungsi  lebar tajuk atau akar dengan tingkat kesuburan tanah di  suatu lokasi. Semakin lebar tajuk suatu pohon maka akan semakin lebar jarak tanam yang harus disediakan demikian juga sebaliknya semakin sempit lebar tajuk suatu pohon maka akan semakin sempit atau rapat pohon tersebut per hektar. Dengan kata lain semakin rapat jarak tanamnya maka akan semakin banyak jumlah individu pohon yang menempati ruangan satu hektar tersebut.
Begitu juga semakin subur suatu lahan, maka akan semakin besar memberikan peluang potensi pohon tumbuh dan berkembangan tajuk maupun akar yang akan semkin besar pula dibandingkan dengan tanah kurus. Oleh karena itu biasanya kerapatan tanam pada daerah tanah yang subur akan lebih longgar atau jarak tanamnya akan semakin lebar dari pada tanah kurus.
Kenyataan di lapangan terlihat bahwa:
§        Pohon sengon pertumbuhan akar  dan tajuknya semakin lebar dengan semakin bertambahnya usia pohon.
§        Adanya keragaman media tanam atau tanah pada setiap titk tanam, apalagi tanpa yang tanpa olah tanah.
§        Adanya keragaman potensi individu setiap pohon sengon karena pohon ditanam dari hibride (biji).
§        Adanya setiap pohon memiliki umur fisiologis dan ekologis yang berbeda-beda karena keragaman hibride (genetik) dan lingkungan yang beragam.
§      Adanya umur ekonomis (umur panen) yang ditentukan sesuai kebutuhan menyangkut pendanaan atau segera balik modal, resiko dan tuntutan pasar.
§       Adanya kriteria layak atau masak panen dan tuntutan persyaratan pasar berbeda-beda terhadap kegunaan kayu tersebut, seperti untuk kayu bakar, pulp, dan chip masak panen lebih longgar > 7 cm, sementara untuk kayu pertukangan masak panen harus diameter minimal 20 cm dan panjang lebih dari 1,5 m dan masak panen untuk veneer  diameter lebih dari 30 cm, lurus, tanpa cacat mata kayu dsb.
§       Adanya tekanan sosial yang kuat atau lemah sehingga mempengaruhi populasi pohon di lapangan
§     Adanya pola tanam yang berbeda-beda seperti tumpang sari utama, pendukung maupun tumpangsari sesaat.
Oleh karena itu penentuan jarak tanam atau kerapatan pohon sengon dalam satu hektar akan berbeda-beda tergantung dari 1) Potensi lebar tajuk dan akar, 2) tujuan penanaman sengon dan 3) faktor-faktor pembatas pertumbuhan sengon tersebut di lapangan.

Potensi lebar tajuk dan akar sengon

Pohon sengon memiliki bentuk tajuk yang ringan dan ukuran daun  kecil, sehingga dalam kondisi lebat pun cahaya matahari masih dapat mampu menembus langsung ke dasar tanah. Diperkirakan pada umur pohon dua tahun dengan jarak tanam 2 x 3 m intensitas cahaya di bawah tajuk masih sekitar 25 – 30 %. Hal ini berbeda dengan Kondisi pohon yang memiliki tipe tajuk berat dan berdaun lebar seperti jati, jabon, gmelina dsb. Oleh karena itu penanaman tanaman tumpang sari lebih memungkinkan pada sengon secara bertahap dengan jenis tanaman yang berbeda-beda tergantung dari sifat toleransi cahaya suatu jenis tanaman itu. Tumpang sari pada tegakan sengon memungkinkan lebih panjang lagi dan diperkirakan dapat ditumpang sari hingga umur panen pohon sengon.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis tanaman tumpang sari pada tegakan pohon sengon adalah sebagai berikut:
§         Jenis tanaman tumpang sari (pendukung) tidak bersifat impasiv (kanibal).
§         Perakaran tanaman tumpang sari serabut dan zonanya dangkal.
§       Tajuk tanaman tumpang sari tidak lebat dan tidak menaungi intensitas cahaya pohon sengon pada saat pohon sengon masih muda
§        Tanaman tumpang sari tidak rakus nutrisi dan air yang kuat.
§        Tanaman tumpang sari memberikan input menyuburkan tanah
§        Keragaan tanaman tumpang sari tidak mengganggu aktivitas penanaman, perawatan dan pemanenan.
§        Tanaman tumpang sari berumur pendek (tanaman semusim) bukan tanaman pohon atau perdu.
§        Penanaman tanaman tumpang sari dilakukan setelah penanaman utama yaitu pohon sengon.
§       Berdasarkan pengalaman kami di lapangan, menunjukkan bahwa tanaman tumpang sari yang paling cocok dan memberikan nilai positip bagi tanaman sengon adalah dari kelompok tanaman kacangan-kacangan (legume) seperti kacang tanah, kacang hijau, kacang benguk, kacang panjang, kacang liar dsb. Jenis kacang liar yang lain seperti  PJ, CC,CM sering digunakan sebagai tanaman legume cover crop (LCC) pada tanaman kelapa sawit, karet, kakao dsb pada masa tanaman belum menghasilkan (TBM).
Apabila kita melihat perkembangan ukuran tajuk dan akar sengon, maka sebenarnya jarak tanam akan berubah sesuai ukuran tajuk dan akar pohon sengon tersebut dan sesuai umurnya. Namun apabila kita berpandangan dan menggeneralisasi dengan pemahamn ini maka seharusnya jarak tanam awal pohon sengon selebar tajuk dan akar pohon pada saat itu yaitu sekitar 20 x 20 cm, sehingga kerapatan pohon perhektar  sekitar 50.000 bibit per hektar. Hal ini tidak demikian, akan tetapi kita harus melakukan analisis seberapa efektiv dan efisienkah dengan pemahaman ini. Karena apabila dilakukan dengan pola ini tidak akan efisien, karena pemahaman ini tidak akan efisien bibit yang digunakannya, kita disibukkan dengan kegiatan penjarangan, dan pohon yang dijarangankan tidak menghasilkan suatu nilai atau dibuang Cuma-Cuma.
Berdasarkan pengalaman kami pada saat pohon sengon berumur 2 tahun kebutuhan ruang yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan pohon memerlukan ruang sekitar 2 – 3 m  jarak yang dibutuhkan untuk dapat berkembang dengan normal. Oleh karena itu kebutuhan pohon per hektar sekitar 1600 – 1700 pohon pada saat penanaman awal. Jumlah pohon tersebut diperkirakan dengan jarak tanam 2 x 3 m. Kondisi pohon setelah tanam akan mengalami penurunan populasinya hingga tahun ke dua yang disebabkan oleh kematian dan abnormal yang besarnya mencapai 15 – 25 %.
Oleh karena itu untuk menutup kekurangan akibat penyusutan populasi pohon itu, maka dilakukan dengan mencadangkan bibit sulam untuk menggantikan yang mati tersebut. Penyulaman sebaiknya sedekat mungkin dengan waktu tanam yaitu sekitar 15 – 1 bulan. Untuk efisiensi, kepraktisan dan homogenitas pohon, penyulaman dapat dilakukan bersamaan dengan saat penanaman pertama kali, sehingga jarak tanam baru semakin rapat. Dalam hal ini seandainya jarak tanam awal 2 x 3 m maka bibit yang di butuhkan 1667, sehingga kebutuhan bibit termasuk sulam menjadi 1667: 80% =  2.084 pohon. Apabila sulam dilakukan bersamaan dengan tanam awal maka jarak tanam menjadi 2,5 x 2 m. Untuk kepentingan praktis di lapangan pada saat panen penjarangan maka harus disediakan ruang minimal jaraknya 3 m, sehingga jarak tanam yang ideal sekitar 3 x 1,5 m.
Berikut ini berbagai jarak tanam yang ideal sesuai umur pohon di lapangan:
§        Tanam awal jarak tanam 3 x 1,5 m populasi 2.223 pohon/ha
§        Umur pohon 1 tahun jarak tanam 3 x 1,75 m populasi 1.905 pohon/ha
§        Umur pohon 2 tahun jarak tanam 3 x 2 m populasi 1.667 pohon/ha
§        Umur pohon 3 tahun jarak tanam 3 x 2,5 m populasi 1.334 pohon/ha
§        Umur pohon 4 tahun jarak tanam 3 x 3 m populasi 1.112 pohon/ha
§        Umur pohon 5 tahun jarak tanam 3 x 3,5 m populasi 953 pohon/ha
§        Umur pohon 6 tahun jarak tanam 3 x 4 m populasi 834 pohon/ha dan seterusnya
Jarak tanam di atas merupakan jarak tanam yang ideal yang harus disediakan sesuai tingkatan umur pohon sengon di lapangan. Berdasarkan kondisi di lapangan dengan jarak tanam awal 3 x 1,5 m maka populasi awal 2.223 pohon/ha, populasi akan menurun yang disebabkan oleh:
§        Pohon mati oleh serangan hama dan penyakit pohon
§        Dirusak oknum dengan cara di bakar, tebang atau dicabut
§        Pohon tumbang atau rusak karena angin kencang
§        Penjarangan terhadap pohon yang abnormal atau sakit
§        Penjarangan panen terhadap pohon yang pertumbuhannya super.
Pertumbuhan tajuk, batang dan akar sengon akan semakin berkembang terus, pada suatu titik tertentu akan mengalami kepadatan pada titik kritis yaitu pohon akan mengalami pertumbuhan menyamping berkurang tetapi terangsang naik atau etiolase (tumbuh meninggi/jangkung). Kondisi ini sering dijadikan pedoman untuk menanam pohon sengon yang lebih rapat, sehingga kayu yang diharapkan akan lebih lurus, mata kayu sedikit dan kecil, dan mengurangi kegiatan pruning. Namun pada titik tertentu apabila kondisi ini berlanjut kondisi pohon akan merana karena telah melebihi titik kompensasi dan toleransi pohon untuk mendapatkan daya dukung nutrisi lahan, dan cahaya. Oleh karena itu penjarangan segera dilakukan untuk mengurangi  over kerapatan pohon. 

Penjarangan Pohon
Penjarangan pohon ada dua hal yaitu 1) Penjarangan dilakukan pada pohon-pohon yang telah terserang penyakit, over kerdil (abnormal), dan patang punggung dan 2) penjarangan untuk panen yaitu menebang pohon yang pertumbuhannya super (paling besar). Kegiatan penjarangan pada pohon-pohon yang abnormal dilakukan pada tahun ke 2 – 3.
Penjarangan pada pohon abnormal atau rusak biasanya tidak menghasilkan suatu nilai, bahkan mengeluarkan uang untuk pembiayaan tenaga kerja penjarangan. Namun harapannya dengan dilakukan penjarangan pohon lainnya akan terangsang cepat pertumbuhannya. Oleh karena itu manajemen penjarangan pohon abnormal harus dipikirkan dengan matang efektivitas dan efisiensinya.
Penjarangan panen dapat dilakukan dengan satu hingga dua kali atau lebih. Penjarangan panen dapat dilakukan pada dua pendekatan yaitu 1) penjarangan pada pohon super dan 2) penjarangan pada pohon di bawah rata-rata tetapi sudah laku di pasar yaitu diameter > 16 cm.
Penjarangan dengan pendekatan penebangan pohon super, maka orientasinya adalah mempercepat income (pemasukan kas) sehingga usia panen dipersingkat. Penjarangan dengan pendekatan pohon di bawah rata-rata orientasinya pada optimalisasi riap kayu yang dihasilkan per hektar. Bagi perusahaan yang mementingkan kas tanpa mementingkan profit yang maksimal, maka pendekatan penebangan pohon super lebih di utamakan untuk menyelamatkan kas keuangan sehingga proses produksi akan dapat diselamatkan oleh panen yang dipersingkat. Sementara bagi perusahaan yang mementingkan profit yang maksimal maka pendekatan penjarangan panen pada penebangan pohon di bawah rata-rata namun sudah laku pasar.
Penjarangan panen terhadap pohon-pohon super dilakukan pada umur pohon 3 – 4 tahun. Pada umur pohon 3 – 4 tahun pertumbuhan diameter pohon super dapat mencapai > 20 cm atau sudah laku pasar untuk sebagai kayu pertukangan. Penjarangan yang berikutnya dapat dilakukan satu kali lagi  atau panen langsung yaitu pada umur pohon 6 tahun.
Penjarangan panen dilakukan secara hati-hati karena sebaran pohon super acak, sehingga dampak dari penjarangan akan merusak pohon lain sebesar 10 – 15 % . Oleh karena itu manajemen penjarangan harus dilakukan secara cermat dan matang agar dampak negative terhadap tegakan yang masih ada seminimal mungkin.
Penjarangan panen juga dapat dilakukan dengan system tebang barisan 2:1 yaitu satu baris tebang, dua baris dipertahankan tetap hidup. Cara ini akan mempermudah dalam penebangan dan akan mengurangi potensi pohon yang rusak akibat tertimpa pohon yang ditebang. Namun cara ini mendapatkan jumlah pohon super lebih sedikit sementara mendapat jumlah pohon rata-rata.  Apabila sebaran pohon super secara acak dan rata pada setiap barisan, maka jumlah pohon super yang didapat hanya mendapat 30 % dari jumlah (prosentase) pohon super yang ada atau sekitar 7 – 10 % pohon super, sementara pohon super yang lain tidak dapat ditebang yang berada pada baris 2 dan 3 sebesar 20 – 23 % pohon.
Oleh karena itu system panen dengan lebih satu kali perlu dipikirkan dengan cermat, baik dan buruknya serta nilai ekonomi yang diharapkannya. Ada beberapa alasan dengan system panen lebih dari satu kali yaitu:
§        Hasil panen dapat memberikan supply dana perawatan selanjutnya.
§        Mengurangi densitas/kerapatan pohon guna memacu pertumbuhan dan perkembangan batang pohon agar cepat besar.
§        Mengurangi resiko karena tidak ada jaminan pohon yang sudah layak panen  akan hidup terus, aman dan pertumbuhannya bertambah naik.

(Maaf Bersambung…….2)

Selasa, 14 Desember 2010

Mengapa Perlu Pembibitan ?

               Kegiatan pembibitan merupakan tindakan kultur teknis dalam upaya mengelola perkecambahan benih agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi bahan tanaman (bibit) sehingga bibit tersebut dapat ditanam di lingkungan terbuka (lapangan) dan dapat tumbuh dengan baik. Pada pembibitan terdapat tiga aspek kegiatan pembibitan agar mendapatkan bibit yang berkualitas yaitu 1) memilih benih unggul, 2) penanaman dan kegiatan perawatan bibit, dan 3) seleksi bibit.
Kegiatan memilih benih unggul merupakan upaya strategis dalam mempersiapkan tanaman jangka panjang. Kegiatan penanaman dan perawatan bibit merupakan upaya penanaman benih yang akan tumbuh menjadi bibit. Tindakan selanjutnya adalah perawatan bibit dari perendaman, pemeraman, persemaian, penanaman di polibag dan transplanting di lapangan. Semua kegiatan tersebut sesuai dengan silvikultur intentif yang standar untuk mendapatkan bibit kelas super yang sebanyak-banyaknya. Sedangkan seleksi  memilih dan memilah bibit yang baik dengan yang buruk sehingga mendapatkan bibit yang sehat dan seragam.
Kegiatan pembibitan biasanya berlaku pada jenis tanaman tertentu, sementara jenis tanaman yang lain bisa dilakukan tanpa dengan proses pembibitan yang cukup lama. Alasan kegiatan penanaman didahului kegiatan pembibitan disebabkan sebagai berikut: 
1.       Sifat-sifat tanaman: 
  • Ukuran benih (biji) relatif sangat kecil sehingga perlu mendapat tindakan yang kondusif melalui proses pembibitan, sebelum benih ditanam di lapangan yang terbuka agar nantinya mampu hidup bersaing  dengan lingkungan sekitarnya.  
  • Daya perkecambahan dan pertumbuhan awal yang sangat rendah atau memerlukan kondisi tertentu, sehingga perlu mendapat perlakuan tertentu (pembibitan) untuk meningkatkan perkecambahan dan daya tumbuhnya agar mampu tumbuh dengan baik di lapangan. 
  • Rentan terhadap cekaman lingkungan pada pertumbuhan awal (perkecambahan), sehingga perlu mendapat perlakuan khusus agar mampu berkembang optimal dan siap ditanam di lapangan.
  • Karakter strugle alam liar yang semakin lemah bagi tanaman yang sudah mengalami pemuliaan (genetic improvement) sehingga tanaman memerlukan perlakuan tertentu agar mampu hidup dengan baik pada kondisi lingkungan yang minimum.
 2.       Cara budidaya:
-        Jarak tanam  yang lebar di bandingkan dengan canopy saat pertumbuhan awal sehingga apabila benih ditanam langsung di lapangan maka benih pertumbuhan awal (muda) akan kerdil atau mati, karena mendapat persaingaan dan tekanan lingkungan yang berat.
-        Sistem budidaya monokultur yang mengakibatkan pada perkecambahan dan pertumbuhan awal tanaman terpapar oleh panas dan kekeringan yang kuat pada lingkungan yang sangat terbuka.
3.       Lingkungan
-        Kondisi tempat tumbuh yang kurang menguntungkan bagi perkecambahan dan pertumbuhan awal tanaman di lapangan terbuka, sehingga memerlukan tindakan tertentu pada saat tanaman lemah dan selanjutnya tanaman akan kuat dapat tumbuh secara mandiri.
-        Iklim atau cuaca yang kurang mendukung pada perkecambahan dan pertumbuhan awal tanaman, karena pada saat itu tanaman memerlukan kondisi lingkungan yang cukup air, kontinyu  dan tidak mengalami  kekeringan pada titik kritisnya.
-        Kondisi lingkungan yang heterogen di lapangan terbuka, sehingga mengakibatkan benih tidak dapat tumbuh seragam dan vigor pada pertumbuhan awal.
Sasaran utama pembibitan adalah menyediakan bahan tanaman (bibit) yang bermutu baik dengan biaya yang wajar, sehingga dapat mendukung program penanaman yang tepat di lapangan. Oleh karena itu pembibitan sebenarnya kegiatan yang strategis pada tahap awal penanaman sengon secara luas.
Bahan tanaman sengon yang akan ditanam berasal dari bibit yang telah dikelola dengan kultur teknis baku, sehingga bibit tersebut siap ditanam di lapangan dengan resiko potensi kematian seminimal mungkin. Bibit tanaman sengon dapat berasal dari pengelolaan: 1) benih/biji, 2) stek, 3) stump, 4)  kultur jaringan, 5) okulasi, dan 6) grafting. Okulasi dan grafting belum ada yang melakukannya secara besar-besaran hal ini disebabkan ada kesulitan biologis dan perbaikan kultur teknis tanaman sengon dan masih dalam pola pengembangan serta perbaikan kutur teknis dan perbaikan genetiknya.
Pembibitan sengon sebagian besar berasal dari benih, sedangkan benih berasal dari biji dalam buah sengon yang telah masak, kemudian mendapat perlakuan dengan teknologi penanganan benih sehingga viabilitas benih tetap tinggi. Viabilitas merupakan potensi kemampuan benih berkecambah setelah penanganan yang optimal sehingga dapat mencerminkan hasil kecambah yang diharapkan pada saat di persemaian.
Kegiatan pembibitan juga akan menentukan kualitas, kuantitas, sebaran waktu, dan volume kegiatan pada tahapan proses kegiatan penanaman dan pasca penanaman (perawatan) di lapangan. Mutu bibit yang baik akan mendukung maksimal dalam proses-proses kelanjutan manajemen tanaman serta kualitas dan produktivitas (hasil) tanaman.  Jumlah bibit yang akan ditanam pada suatu waktu akan menentukan jumlah transportasi, volume penanaman bibit, kegiatan pemupukan, perawatan dan kegiatan terkait lainnya di lapangan.
Dalam membangun pembibitan perlu dilakukan dengan tahapan yang sesuai dan sinergi dengan rencana penanaman, pembukaan lahan (land clearing), jadual tanam, dan musim tanam (iklim) dan kegiatan lainnya di lapangan. Pembukaan pembibitan biasanya berdasarkan pada rencana penanaman dan jadual waktu tanam pada setiap musim tanam.
Pada daerah yang memiliki sebaran musim hujan sepanjang tahun atau hari hujan merata dalam setiap bulan, maka pola penanaman dapat dilakukan sepanjang tahun atau sepanjang bulan dalam setahun. Namun apabila pola hujan cukup tegas antara musim kemarau dengan hujan atau sebaran hujan tidak merata sepanjang tahun (bulan), maka sebaiknya penanaman dilakukan pada periode musim hujan, kecuali tersedia air irigasi yang cukup pada musim kemarau. 
Kesuksesan dalam manajemen pembibitan sengon akan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu perencanaan yang baik yang dapat diselaraskan dengan rencana program penanaman di lapangan, dapat melakukan organisasi pelaksanaan pembibitan yang efektive, dapat memotivasi pelaksanaan kegiatan pembibitan yang maksimal, dapat melakukan pengawasan dan evaluasi kegiatan pembibitan di lapangan sesuai dengan keunggulan lokal. Dengan demikian maka kesuksesan manajemen pembibitan merupakan titik awal dari kesuksesan manajemen penanaman dan manajemen perusahaan HTI/kehutanan selanjutnya.











Minggu, 12 Desember 2010

Lahan Saya Mau Diapakan Yah?

Apabila anda mempunyi lahan dan belum memahami bisnis atau kegunaan lahan untuk pertanian maka hampir dipastikan anda akan bingung dalam menentukan lahan tersebut agar memiliki daya guna yang maksimal.

Yang harus diperhatikan terhadap lahan anda adalah memahami ciri-ciri lahan tersebut yaitu aspek legal, fisik, dan zoning.

Aspek Legal Lahan

- Apakah lahan anda sudah sertifikat atau masih akte jual beli atau girik atau bentuk surat lainnya.
- Jenis sertifikat: HM, HGU, HGB, dan Konsesi Hutan dsb

Aspek Fisik Lahan:
- Luas lahan
- Sifat fisik tanah: fisika, kimia, dan biologi
- Iklim: curah hujan, kelembaban udara, suhu, sinar matahari


Aspek Zoning Lahan:
- Pemukiman
- Industri
- Perkantoran
- Pertanian budidaya
- Perkebunan
- Kehutanan


Luas lahan
Apabila lahan anda luas lebih dari 5 ha maka sertifikatnya dalam bentuk HGU atau HGB, namun apabila lahan anda kurang dari 5 ha maka sertifikatnya dalam bentuk HM.

Sifat fisik tanah

1. Fisika:
    - Topografi: datar, landai, bergelombang, curam
    - Tekstur tanah: komposisi fraksi tanah yaitu lempung, debu dan pasir
    - Struktur tanah: remah, keras, gumpal dsb
    - Porositas tanah: sangat porus, porus, kedap dan sangat kedap
    - Solum/ketebalan tanah: dangkal, sedang dan dalam

2. Kimia   
    - Derajat keasaman tanah (pH), tanah netral 6 - 7
    - Kapasitas Tukar Kation (KTK)
    - Kandungan bahan organik: tinggi, sedang atau rendah
    - Kandungan logam berat

3. Biologi tanah
    - Keragaman jasad penghuni dalam tanah: cacing, serangga, dsb
    - Keragaman jasad penghuni atas tanah: hewan dan tumbuhan

Iklim

1. Curah hujan (mm/tahun)
  •     < 1000
  •     1000 - 1500
  •     1500 - 2000
  •     2000 - 2500
  •     > 2500
2. Sinar matahari
    Hampir sama di wilayah Indonesia

3. Suhu udara
    - Semakin tinggi tempat, maka akan semakin rendah suhu lingkungan
    - Setiap kenaikan 100 m, maka suhu akan turun 1 derajat Celcius

4. Kelembaban udara

Apabila kondisi lahan anda:

Lahan kelas I
- Lahan datar - landai, solum dalam, jenis tanah latosol, curah hujan 2000 - 2500 atau lebih mm/th, zoning pertanian,  luas > 5 Ha, elevasi < 500 m dpl  dan terdapat irigasi teknis
- Cocok untuk tanaman: semusim (padi, kacang, jagung, bawang merah, cabai, dsb), sayuran dan tanaman hortikultura/buah.
- Pemilihan jenis tanaman yang prospek pasar baik dan menguasai teknologi budidayanya.

Lahan kelas II
- Lahan landai - bergelombang, solum sedang, jenis tanah PMK, curah hujan < 2000, zoning perkebunan dan   kehutanan, luas > 5 Ha, elevasi 500 - 1000 m dpl.
- Cocok untuk tanaman hotikultura, perkebunan dan kehutanan seperti strawbery, bunga, pete, durian, nangka, sengon, jabon, mahoni, suren, kopi, kakao dsb
- cocok untuk vila apabila zoning untuk wisata

Lahan kelas III
- Lahan  bergelombang, solum sedang, jenis tanah PMK, curah hujan < 2000, zoning kehutanan-perkebunan, luas > 5 Ha, elevasi > 1000 m dpl
- Lahan cocok untuk tanaman kehutanan: sengon, pete, suren, durian dan kopi

- Vila apabila zoning wisata

Lahan non kelas
- Lahan curam, solum dangkal, jenis PMK, curah hujan 2000, zoning kehutanan, luas > 5 ha, elevasi > 1000 m dpl
- Cocok untuk tanaman kehutanan/daerah tangkapan hujan/hutan lindung: sengon, suren, kopi

Bagi anda yang bukan orang pertanian/kehutanan disarankan banyak membaca informasi tentang tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan. Trims

Kamis, 09 Desember 2010

Pohon Jabon VS Sengon

Karakteristik Pohon Jabon

Nama botanis (Latin)
Nama latin: Anthocephalus cadamba (Miq), Famili Rubiaceae.

Nama daerah
Aparabire, atapang, bance pute, canon, empaak, empayang, galupai, galupai bengkal, gempol, hanja, harapean, kekiri, jabon, jabun, johan, kalamlayan, kawak, kelampaian, kelapan, kokabu, dsb

Nama umum
Gao (vietnam), kadam (burma, india, pakistan, inggris, amerika serikat, perancis, spanyol, italia, belanda, jerman), laran (sabah), kelempayan (malaysia barat), selimpoh, limpoh, entipong, sempayan (serawak) dsb

Penyebaran tumbuh:
Seluruh sumatera (kecuali riau), seluruh Jawa, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, seluruh Sulawesi, NTT, Maluku, dan Irian Jaya.

Ciri umum
Kayu teras berwarna putih semu kuning muda, lambat laun menjadi kuning semu gading. kayu gubal tidak dapat dibedakan dari katu teras. Tekstrur kayu halus sampai kasar dengan arah serat lurus dan kadang-kadang terpadu. Permukaan agak licin hingga licin dan halus.

Sifat kayu
Kayu jabon termasuk kelas awet V dan kelas kuat III - IV dan berat jenis rata-rata 0,42 T/m3 dengan rentang berat jenis dari 0,29 - 0,56 T/m3. Kayu termasuk lunak dengan nilai penyusutan radial 3 %,
penyusutan tangensial 6,9 %. kayu jabon mudah digergaji tetapi tidak mudah dikerjakan sampai halus. kayu cepat kering dan sedikit cacat, tetapi mudah diserang dengan jamur biru.

Kegunaan
kayu jabon dapat digunakan untuk korek api, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak-anak, pulp, kelom dan konstruksi ringan.

Pembibitan
Pembibitan dapat menggunakan biji/benih, stek pucuk dan kultur jaringan. Pembibitan dengan biji sangat sulit karena biji ukuran sangat kecil dan biji rekalsitran (tidak dorman). Stek lebih mudah, namun bersifat terbatas jumlahnya. Benih jabon bersifat rekalsitran artinya benih cepat menyusut viabilitas benih. Oleh karena itu benih harus sgera di semaikan agar daya kecambahnya tidak merosot karena benih tidak dorman.


Pertumbuhan batang
Pohon jabon pertumbuhannya cepat setelah pohon sengon. Batang lurus dengan percabangan utama besar dan samping dan self pruning, sehingga tanpa ada perlakuan pruning. Umur panen pohon sekitar  8 tahun.

Lingkungan tumbuh.
Pohon jabon dapat tumbuh pada ketinggian 0 - 1000 m dpl, namun optimum pada ketinggian < 500 m dpl. Kondisi tanah agak lembab dan solum dalam.

Nilai ekonomi
Pohon jabon umur panen 8 tahun sementara pohon sengon sekitar 6 tahun, pada volume produksi yang sama.
Harga kayu jabon sedikit lebih mahal dari kayu sengon, namun harga pasar belum jelas kepastiannya karena pohon jabon belum familiar (dikenal) oleh masyarakat secara luas, jadi kepastian harga belum banyak diketahui.

Apabila volume produksi sama dan nilai produksi sama maka dengan discount rate 15 %, maka nilai discount faktor pada proyeksi panen kayu jabon 8 tahun sebesar 0,33 sementara nilai discount faktor sengon
sebesar 0,43. Artinya apabila nilai masing-masing kedua jenis pohon sama misalnya 100 juta/ha, maka present value kayu jabon sebesar 33 juta sementara kayu sengon 43 juta.

Catatan
Pohon jabon berbeda karakteristernya dengan pohon sengon dan berbeda famili (suku) dalam sistematika tanaman, maka pohon jabon dapat sebagai tanaman back up tanaman sengon untuk menghindari penurunan
produksi pada replanting ke-3, mengingat penanaman terus-menerus dengan jenis pohon yang sama dan pada lokasi yang sama maka hampir dipastikan produskinya akan merosot tajam, karena daya dukung lahan akan merosot untuk suatu kultivar, intesitas hama penyakit mejadi endemik, koservasi, keragaman komoditi dan kejenuhan pasar.

Kelebihan jabon
- Batang tumbuh lurus dan self pruning
- Harga relatif sedikit lebih mahal dari jayu sengon
- Tahan tanah lembab
- Tahan penyakit


Kelemahan jabon
-  Riap perkembangan batang lebih rendah dari sengon pada kondisi lingkungan yang sama
-  Belum dikenal oleh user sehingga harga/market tidak pasti
-  Percabangan samping sangat banyak dan daun lebar sehingga membutuhkan air cukup banyak
-  Bentuk tajuk berat sehingga kurang cocok untuk sistem tumpang sari
-  Kayu keras dan relatif berat sehingga lebih memberatkan pada transportasi
-  Serat  kayu arah spiral sehingga kurang baik untuk kayu pertukangan

Kelebihan sengon
- Pohon yang pertumbuhannya paling cepat di dunia
- Pasar pasti dan banyak dikenal masyarakat
- Kayu sangat ringan setelah kayu balsa, sehingga ringan ditransportasi
- Lebih tahan pada tanah agak kering
- Menyuburkan tanah karena mempunyai bintil akar dan daun ukuran kecil
- Bentuk tajuk ringan sehingga cocok untuk tumpang sari terutama pada tahun 1-2
- Benih mudah didapat dan ukurannya tidak kecil sehingga praktis
- Mudah dikecambahkan/semaikan

Kelemahan sengon
- Cabang pagak mudah patah oleh terpaan angin
- Tidak tahan penyakit karat tumor, busuk akar, dan hama boktor dan ulat kantong
- Kurang tahan terhadap tanah sangat lembab/tergenang
- Percabangan ridak self pruning dan cenderung membentuk percabangan kipas pada populasi renggang