Minggu, 19 Desember 2010

MANAJEMEN KERAPATAN/JARAK TANAM SENGON

Kalau anda akan menanam pohon sengon biasanya anda akan ragu berapa yah jarak tanamnya atau kerapatan pohon per satuan luas yang ideal? Di bidang perkebunan atau kehutanan kerapatan pohon biasanya satuan terkecil yang dipakai adalah hektar. Dari satuan  luas (hektar)  tersebut biasanya orang perkebunan atau kehutanan menggunakannya sebagai dasar dalam perhitungan biaya-biaya yang akan dikeluarkan dan produksi yang akan diharapkan.
Jarak tanam atau kerapatan pohon per hektar  merupakan jumlah pohon yang harus ada dalam satuan luas per hektar. Permasalahannya adalah 1) tanaman akan tumbuh dan berkembang menjadi besar, sehingga semakin tua usia pohon, maka akan semakin besar membutuhkan ruang dan daya dukung tanah yang semakin besar pula dan 2) tidak semua titik tanam lahan kondisinya homogen dan dapat ditanami sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.Oleh karena itu kerapatan tanam dalam satu hektar pohon akan berbeda-beda jumlah pohonnya yang akan dipengaruhi oleh kultivar/jenis pohon (canopy/akarnya), tingkat kesuburan pohon, homogenitas lahan dan pemeliharaan pohon. Tanah yang mempunyai tingkat homogenitas rendah maka kerapatan pohonnya akan semakin berkurang setelah beberapa tahun di tanam karena disebabkan oleh banyak pohon di suatu titik yang kurus atau mati.
Sebagai ilustrasi: ketika anak-anak  kita masih kecil atau balita (bayi) mungkin kalau tidur dengan kasur ukuran 2 x 2 meter akan cukup untuk balita/bayi 4 anak. Namun ketika anak-anak kita besar  berumur tujuh belas tahun ke atas maka hampir dipastikan tidak mungkin 4 anak tersebut dapat tidur dengan nyenyak dengan kasur yang sama yaitu ukurannya tetap 2 x 2 m. Oleh karena itu solusinya agar dapat tidur nyenyak dan layak maka satu kasur yang berukuran 2 x 2 m maksimal 2 orang. Dengan demikian dua orang lagi harus tidak tidur di kasur yang lama tetapi harus membelikan kasur lagi di tempat berbeda.
Lalu dasarnya apa penetapan satu bed 2 orang atau 4 orang yah? Kembali kepada logika kita bahwa jumlah orang dalam satu bed berdasarkan dari ukuran besar badan seseorang anak yang akan tidur di tempat tersebut pada saat itu. Kalau anak tersebut berbadan tambun, maka otomatis jumlah anak semakin sedikit setiap kasurnya, demikian juga sebaliknya.
Begitu juga dengan kerapatan tanam pohon sengon atau jarak tanam pohon per  hektar. Landasan kerapatan tanam sebenarnya merupakan fungsi  lebar tajuk atau akar dengan tingkat kesuburan tanah di  suatu lokasi. Semakin lebar tajuk suatu pohon maka akan semakin lebar jarak tanam yang harus disediakan demikian juga sebaliknya semakin sempit lebar tajuk suatu pohon maka akan semakin sempit atau rapat pohon tersebut per hektar. Dengan kata lain semakin rapat jarak tanamnya maka akan semakin banyak jumlah individu pohon yang menempati ruangan satu hektar tersebut.
Begitu juga semakin subur suatu lahan, maka akan semakin besar memberikan peluang potensi pohon tumbuh dan berkembangan tajuk maupun akar yang akan semkin besar pula dibandingkan dengan tanah kurus. Oleh karena itu biasanya kerapatan tanam pada daerah tanah yang subur akan lebih longgar atau jarak tanamnya akan semakin lebar dari pada tanah kurus.
Kenyataan di lapangan terlihat bahwa:
§        Pohon sengon pertumbuhan akar  dan tajuknya semakin lebar dengan semakin bertambahnya usia pohon.
§        Adanya keragaman media tanam atau tanah pada setiap titk tanam, apalagi tanpa yang tanpa olah tanah.
§        Adanya keragaman potensi individu setiap pohon sengon karena pohon ditanam dari hibride (biji).
§        Adanya setiap pohon memiliki umur fisiologis dan ekologis yang berbeda-beda karena keragaman hibride (genetik) dan lingkungan yang beragam.
§      Adanya umur ekonomis (umur panen) yang ditentukan sesuai kebutuhan menyangkut pendanaan atau segera balik modal, resiko dan tuntutan pasar.
§       Adanya kriteria layak atau masak panen dan tuntutan persyaratan pasar berbeda-beda terhadap kegunaan kayu tersebut, seperti untuk kayu bakar, pulp, dan chip masak panen lebih longgar > 7 cm, sementara untuk kayu pertukangan masak panen harus diameter minimal 20 cm dan panjang lebih dari 1,5 m dan masak panen untuk veneer  diameter lebih dari 30 cm, lurus, tanpa cacat mata kayu dsb.
§       Adanya tekanan sosial yang kuat atau lemah sehingga mempengaruhi populasi pohon di lapangan
§     Adanya pola tanam yang berbeda-beda seperti tumpang sari utama, pendukung maupun tumpangsari sesaat.
Oleh karena itu penentuan jarak tanam atau kerapatan pohon sengon dalam satu hektar akan berbeda-beda tergantung dari 1) Potensi lebar tajuk dan akar, 2) tujuan penanaman sengon dan 3) faktor-faktor pembatas pertumbuhan sengon tersebut di lapangan.

Potensi lebar tajuk dan akar sengon

Pohon sengon memiliki bentuk tajuk yang ringan dan ukuran daun  kecil, sehingga dalam kondisi lebat pun cahaya matahari masih dapat mampu menembus langsung ke dasar tanah. Diperkirakan pada umur pohon dua tahun dengan jarak tanam 2 x 3 m intensitas cahaya di bawah tajuk masih sekitar 25 – 30 %. Hal ini berbeda dengan Kondisi pohon yang memiliki tipe tajuk berat dan berdaun lebar seperti jati, jabon, gmelina dsb. Oleh karena itu penanaman tanaman tumpang sari lebih memungkinkan pada sengon secara bertahap dengan jenis tanaman yang berbeda-beda tergantung dari sifat toleransi cahaya suatu jenis tanaman itu. Tumpang sari pada tegakan sengon memungkinkan lebih panjang lagi dan diperkirakan dapat ditumpang sari hingga umur panen pohon sengon.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis tanaman tumpang sari pada tegakan pohon sengon adalah sebagai berikut:
§         Jenis tanaman tumpang sari (pendukung) tidak bersifat impasiv (kanibal).
§         Perakaran tanaman tumpang sari serabut dan zonanya dangkal.
§       Tajuk tanaman tumpang sari tidak lebat dan tidak menaungi intensitas cahaya pohon sengon pada saat pohon sengon masih muda
§        Tanaman tumpang sari tidak rakus nutrisi dan air yang kuat.
§        Tanaman tumpang sari memberikan input menyuburkan tanah
§        Keragaan tanaman tumpang sari tidak mengganggu aktivitas penanaman, perawatan dan pemanenan.
§        Tanaman tumpang sari berumur pendek (tanaman semusim) bukan tanaman pohon atau perdu.
§        Penanaman tanaman tumpang sari dilakukan setelah penanaman utama yaitu pohon sengon.
§       Berdasarkan pengalaman kami di lapangan, menunjukkan bahwa tanaman tumpang sari yang paling cocok dan memberikan nilai positip bagi tanaman sengon adalah dari kelompok tanaman kacangan-kacangan (legume) seperti kacang tanah, kacang hijau, kacang benguk, kacang panjang, kacang liar dsb. Jenis kacang liar yang lain seperti  PJ, CC,CM sering digunakan sebagai tanaman legume cover crop (LCC) pada tanaman kelapa sawit, karet, kakao dsb pada masa tanaman belum menghasilkan (TBM).
Apabila kita melihat perkembangan ukuran tajuk dan akar sengon, maka sebenarnya jarak tanam akan berubah sesuai ukuran tajuk dan akar pohon sengon tersebut dan sesuai umurnya. Namun apabila kita berpandangan dan menggeneralisasi dengan pemahamn ini maka seharusnya jarak tanam awal pohon sengon selebar tajuk dan akar pohon pada saat itu yaitu sekitar 20 x 20 cm, sehingga kerapatan pohon perhektar  sekitar 50.000 bibit per hektar. Hal ini tidak demikian, akan tetapi kita harus melakukan analisis seberapa efektiv dan efisienkah dengan pemahaman ini. Karena apabila dilakukan dengan pola ini tidak akan efisien, karena pemahaman ini tidak akan efisien bibit yang digunakannya, kita disibukkan dengan kegiatan penjarangan, dan pohon yang dijarangankan tidak menghasilkan suatu nilai atau dibuang Cuma-Cuma.
Berdasarkan pengalaman kami pada saat pohon sengon berumur 2 tahun kebutuhan ruang yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan pohon memerlukan ruang sekitar 2 – 3 m  jarak yang dibutuhkan untuk dapat berkembang dengan normal. Oleh karena itu kebutuhan pohon per hektar sekitar 1600 – 1700 pohon pada saat penanaman awal. Jumlah pohon tersebut diperkirakan dengan jarak tanam 2 x 3 m. Kondisi pohon setelah tanam akan mengalami penurunan populasinya hingga tahun ke dua yang disebabkan oleh kematian dan abnormal yang besarnya mencapai 15 – 25 %.
Oleh karena itu untuk menutup kekurangan akibat penyusutan populasi pohon itu, maka dilakukan dengan mencadangkan bibit sulam untuk menggantikan yang mati tersebut. Penyulaman sebaiknya sedekat mungkin dengan waktu tanam yaitu sekitar 15 – 1 bulan. Untuk efisiensi, kepraktisan dan homogenitas pohon, penyulaman dapat dilakukan bersamaan dengan saat penanaman pertama kali, sehingga jarak tanam baru semakin rapat. Dalam hal ini seandainya jarak tanam awal 2 x 3 m maka bibit yang di butuhkan 1667, sehingga kebutuhan bibit termasuk sulam menjadi 1667: 80% =  2.084 pohon. Apabila sulam dilakukan bersamaan dengan tanam awal maka jarak tanam menjadi 2,5 x 2 m. Untuk kepentingan praktis di lapangan pada saat panen penjarangan maka harus disediakan ruang minimal jaraknya 3 m, sehingga jarak tanam yang ideal sekitar 3 x 1,5 m.
Berikut ini berbagai jarak tanam yang ideal sesuai umur pohon di lapangan:
§        Tanam awal jarak tanam 3 x 1,5 m populasi 2.223 pohon/ha
§        Umur pohon 1 tahun jarak tanam 3 x 1,75 m populasi 1.905 pohon/ha
§        Umur pohon 2 tahun jarak tanam 3 x 2 m populasi 1.667 pohon/ha
§        Umur pohon 3 tahun jarak tanam 3 x 2,5 m populasi 1.334 pohon/ha
§        Umur pohon 4 tahun jarak tanam 3 x 3 m populasi 1.112 pohon/ha
§        Umur pohon 5 tahun jarak tanam 3 x 3,5 m populasi 953 pohon/ha
§        Umur pohon 6 tahun jarak tanam 3 x 4 m populasi 834 pohon/ha dan seterusnya
Jarak tanam di atas merupakan jarak tanam yang ideal yang harus disediakan sesuai tingkatan umur pohon sengon di lapangan. Berdasarkan kondisi di lapangan dengan jarak tanam awal 3 x 1,5 m maka populasi awal 2.223 pohon/ha, populasi akan menurun yang disebabkan oleh:
§        Pohon mati oleh serangan hama dan penyakit pohon
§        Dirusak oknum dengan cara di bakar, tebang atau dicabut
§        Pohon tumbang atau rusak karena angin kencang
§        Penjarangan terhadap pohon yang abnormal atau sakit
§        Penjarangan panen terhadap pohon yang pertumbuhannya super.
Pertumbuhan tajuk, batang dan akar sengon akan semakin berkembang terus, pada suatu titik tertentu akan mengalami kepadatan pada titik kritis yaitu pohon akan mengalami pertumbuhan menyamping berkurang tetapi terangsang naik atau etiolase (tumbuh meninggi/jangkung). Kondisi ini sering dijadikan pedoman untuk menanam pohon sengon yang lebih rapat, sehingga kayu yang diharapkan akan lebih lurus, mata kayu sedikit dan kecil, dan mengurangi kegiatan pruning. Namun pada titik tertentu apabila kondisi ini berlanjut kondisi pohon akan merana karena telah melebihi titik kompensasi dan toleransi pohon untuk mendapatkan daya dukung nutrisi lahan, dan cahaya. Oleh karena itu penjarangan segera dilakukan untuk mengurangi  over kerapatan pohon. 

Penjarangan Pohon
Penjarangan pohon ada dua hal yaitu 1) Penjarangan dilakukan pada pohon-pohon yang telah terserang penyakit, over kerdil (abnormal), dan patang punggung dan 2) penjarangan untuk panen yaitu menebang pohon yang pertumbuhannya super (paling besar). Kegiatan penjarangan pada pohon-pohon yang abnormal dilakukan pada tahun ke 2 – 3.
Penjarangan pada pohon abnormal atau rusak biasanya tidak menghasilkan suatu nilai, bahkan mengeluarkan uang untuk pembiayaan tenaga kerja penjarangan. Namun harapannya dengan dilakukan penjarangan pohon lainnya akan terangsang cepat pertumbuhannya. Oleh karena itu manajemen penjarangan pohon abnormal harus dipikirkan dengan matang efektivitas dan efisiensinya.
Penjarangan panen dapat dilakukan dengan satu hingga dua kali atau lebih. Penjarangan panen dapat dilakukan pada dua pendekatan yaitu 1) penjarangan pada pohon super dan 2) penjarangan pada pohon di bawah rata-rata tetapi sudah laku di pasar yaitu diameter > 16 cm.
Penjarangan dengan pendekatan penebangan pohon super, maka orientasinya adalah mempercepat income (pemasukan kas) sehingga usia panen dipersingkat. Penjarangan dengan pendekatan pohon di bawah rata-rata orientasinya pada optimalisasi riap kayu yang dihasilkan per hektar. Bagi perusahaan yang mementingkan kas tanpa mementingkan profit yang maksimal, maka pendekatan penebangan pohon super lebih di utamakan untuk menyelamatkan kas keuangan sehingga proses produksi akan dapat diselamatkan oleh panen yang dipersingkat. Sementara bagi perusahaan yang mementingkan profit yang maksimal maka pendekatan penjarangan panen pada penebangan pohon di bawah rata-rata namun sudah laku pasar.
Penjarangan panen terhadap pohon-pohon super dilakukan pada umur pohon 3 – 4 tahun. Pada umur pohon 3 – 4 tahun pertumbuhan diameter pohon super dapat mencapai > 20 cm atau sudah laku pasar untuk sebagai kayu pertukangan. Penjarangan yang berikutnya dapat dilakukan satu kali lagi  atau panen langsung yaitu pada umur pohon 6 tahun.
Penjarangan panen dilakukan secara hati-hati karena sebaran pohon super acak, sehingga dampak dari penjarangan akan merusak pohon lain sebesar 10 – 15 % . Oleh karena itu manajemen penjarangan harus dilakukan secara cermat dan matang agar dampak negative terhadap tegakan yang masih ada seminimal mungkin.
Penjarangan panen juga dapat dilakukan dengan system tebang barisan 2:1 yaitu satu baris tebang, dua baris dipertahankan tetap hidup. Cara ini akan mempermudah dalam penebangan dan akan mengurangi potensi pohon yang rusak akibat tertimpa pohon yang ditebang. Namun cara ini mendapatkan jumlah pohon super lebih sedikit sementara mendapat jumlah pohon rata-rata.  Apabila sebaran pohon super secara acak dan rata pada setiap barisan, maka jumlah pohon super yang didapat hanya mendapat 30 % dari jumlah (prosentase) pohon super yang ada atau sekitar 7 – 10 % pohon super, sementara pohon super yang lain tidak dapat ditebang yang berada pada baris 2 dan 3 sebesar 20 – 23 % pohon.
Oleh karena itu system panen dengan lebih satu kali perlu dipikirkan dengan cermat, baik dan buruknya serta nilai ekonomi yang diharapkannya. Ada beberapa alasan dengan system panen lebih dari satu kali yaitu:
§        Hasil panen dapat memberikan supply dana perawatan selanjutnya.
§        Mengurangi densitas/kerapatan pohon guna memacu pertumbuhan dan perkembangan batang pohon agar cepat besar.
§        Mengurangi resiko karena tidak ada jaminan pohon yang sudah layak panen  akan hidup terus, aman dan pertumbuhannya bertambah naik.

(Maaf Bersambung…….2)