Rabu, 07 September 2011

HILANGNYA LAHAN PERTANIAN SUBUR: Tidak Makan atau Tidur Tidak Nyenyak...?

Manusia semakin tumbuh dan berkembang baik jumlah dan kualitas hidupnya. Jumlah manusia yang semakin bertambah dipermukaan kulit bumi ini, konsekuensinya membutuhkan jumlah hunian yang semakin bertambah pula. Begitu juga ragam kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan lingkungan yang sehat di sekitar huniannya.

Permukaan kulit bumi relatif konstan, sementara kebutuhan akan ruang hunian akan semakin bertambah sesuai pertumbuhan populasi manusia. Demand (permintaan) ruang kulit bumi yang semakin bertambah sementara supply (permintaan) kulit bumi yang tetap (konstan), sehingga efeknya tanah semakin mahal dari waktu-kewaktu.Konsekuensinya pasti ada pergeseran fungsi lahan dari lahan hutan berubah menjadi lahan pertanian/perkebunan, berubah menjadi lahan pemukiman, industri maupun pertokoan/perkantoran.

Pergeseran tersebut telah, sedang dan akan terjadi hampir di seluruh belahan dunia termasuk lahan pertanian di Indonesia. Bahkan menurut beberapa sumber perubahan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, industri dan perkantoran di Pulau Jawa dengan laju 40.000 ha per tahun. Ini berarti seandainya tidak ada kesadaran manusia untuk mengelola lingkungannya hampir dipastikan Pulau Jawa akan tertanam megalitikum atau kembali jaman batu atau beton cor.

Pulau jawa yang konon dikenal dengan kesuburannya sehingga sebagai sumber penghasil utama hasil pertanian di Kepulauan Nusantara seperti padi (beras, gula dan komoditi lainnya) hampir dipastikan akan mengalami ketidak seimbangan antara daya dukung lahan dan kebutuhannya.

Jakarta contohnya merupakan area yang paling subur di Wilayah Jawa bagian Barat. Bahkan saking suburnya pada beberapa wilayah Jakarta nama komoditi hasil pertanian yang paling banyak dihasilkan tanaman pada daerah itu diabadikan sebagai nama tempat atau wilayah di daerah itu, seperti kebon kacang, pondok cabe, pondok kopi, pondok kelapa, pasar rumput,kebon pala, pondok bambu dan sebagianya. Namun daerah-daerah tersebut sebagai penghasil komoditas pertanian utama hanyalah tinggal kenangan saja, yang ada adalah tanaman batu/beton cor berupa gedung-gedung pencakar langit. Apa mungkin manusia bisa mengembalikan seperti semula...? Omong kosong!

Dalam ilmu tanah untuk pertanian diketahui bahwa proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh: batuan induk, iklim, mahluk hidup dan waktu. Interaksi unsur-unsur tersebut berproses sangat rumit dan berlangsung ribuan tahun yang lalu sehingga membentuk lapisan tanah yang sangat subur seperti tanah-tanah pertanian di Jawa sekarang ini. Proses yang panjang dan rumit tersebut menghasilkan tanah yang subur dan merupakan anugerah dari Allah SWT sebagai karunia untuk manusia dan sebagi nikmat yang harus disyukuri.

Mengingat pembentukan lapisan tanah pertanian dipengaruhi oleh unsur-unsur pembentukan yang kompleks, berbeda dan dalam jangka yang sangat lama, maka hampir dipastikan permukaan kulit bumi memiliki tingkat kesuburan untuk tanaman yang sangat berbeda-beda pula. Keberagaman ini merupakan karunia dan oleh orang sekarang sering dinamakan keunggulan komparatif yaitu keunggulan suatu wilayah yang tak ada duanya dipermukaan kulit bumi lainnya.

Namun sayangnya keunggulan komparatif tersebut yang diberikan oleh Allah SWT telah disia-siakan oleh sebagian umat manusia, khususnya para orang yang memiliki paham duitisme. Lahan-lahan pertanian yang subur dan tidak mungkin tergantikannya di lahap habis untuk hunian dan perkantoran atau industri. Bukankah setiap komoditas/ tanaman memiliki relung atau wilayah tertentu dipermukaan kulit bumi ini, sehingga keberadaannya tidak mungkin dapat dihasilkan sebaik dari daerah lain?

Contohnya kasus tembakau Deli yang konon tembakau ini kualitasnya tidak akan tergantikan apabila dihasilkan dari daerah lain selain wilayah antara sungai Wangfe-Sungai Ular Deli Serdang(Sumatera Utara). Tembakau ini dicoba di Klaten, Jawa Tengah oleh seorang Profesor dari IPB dengan konsep Tembakau Bawah Naungan (TBN) dengan memodifikasi unsur-unsur yang mempengaruhi pertumbuhan (proses fisiologis) tanaman tembakau. Namun ternyata kualitas yang dihasilkannya terutama aroma & rasa tidak akan sebagus yang dihasilkan dari wilayah Deli Serdang Sumatera Utara itu. Namun sekarang wilayah lumbung tembakau Deli telah tergerus hampir habis oleh pengembangan kota menjadi pemukiman dan kawasan industri dsb.

Contoh lain misalnya bawang merah hasil yang terbaik dengan cita rasa aroma rawa bawang goreng yang lezat hanya dihasilkan dari wilayah Brebes, Jawa Tengah. Konon berkat adanya angin kumbang pada musim kemarau sehingga potensi produksi dan kualitas bawang merah semakin meningkat. Begitu pula seperti Salak Pondoh dari Sleman, Yogyakarta, Kopi dari Lampung, Aceh,Sidikalang. Padi jawa, rajalele, ciherang dan sebagainya. Begitu juga rambutan, durian dan sebagainya.

Bukankan itu menandakan bahwa kita tidak seenaknya sendiri merubah keunggulan komparatif tersebut. keunggulan komparatif bagi suatu tanaman terbentuk karena faktor jenis tanah, posisi geografis, topografis lanskap dan iklim yang kesemuanya tidak serta mudah membuatnya.

Oleh karena itu pemetaan komoditas berdasarkan keungulan komparatif wilayah perlu diatur sesuai klaster wilayah dan penggunaan lahan sehingga lahan-lahan subur sebagai sumber kehidupam manusia itu sendiri tidak terberangus habis oleh para pengembang perumahan atau kawasan industri dan perkotaan.

Pengembangan wilayah pemukiman, industri dan perkotaan diarahkan ke wilayah marginal yang memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan tidak memiliki nilai komoditas pertanian. Pengembangan kota-kota satelit dengan desain mozaik merupakan salah satu alternatif sebagai upaya melindungi lahan-lahan yang memiliki keunggulan komparatif dan subur sebagai penghasil tanaman bagi sumber kehidupan manusia yang tidak tergantikannya.

Tidak ada komentar: